Aku injakan kakiku di lantai kayu.
Krieeet...
Lantai kayu ini sudah lapuk dan berdebu.
Ku langkah kan kaki perlahan, supaya lantai tidak semakin rusak oleh berat tubuhku.
Dingin menusuk telapak kakiku yang tidak beralas.
Lantai yang tua, atap yang sana-sini terlihat berlubang, tembok berlumut, dan sudut menjadi sarang laba-laba.
Jika tidak ada keperluan mendesak, aku tidak mau masuk ke rumah ini.
Rumah yang dulu di beli ayah sebelum peternakan ayah maju pesat seperti sekarang.
Setelah maju, kami menempati rumah baru. Yah, tepatnya di sebelah rumah ini. Akhirnya rumah ini hanya menjadi gudang tempat menyimpan peralatan ternak ayah yang sudah tidak terpakai.
"uh, kenapa ayah menyuruhku mengambil perkakas yang usang sih?" tanyaku pada diri sendiri.
Setelah 15 menit mencari, akhirnya aku temukan wadah kecil yang berisi perkakas usang milik ayah. Iseng, aku buka wadah itu dan di dalamnya hanya terdapat palu, paku, dan kunci inggris.
"hah? Kenapa di gudang peternakan ada benda semacam ini? Kenapa tidak di simpan di dalam rumah saja? Toh tidak memerlukan tempat yang besar." pertanyaan-pertanyaan mulai muncul di kepalaku.
Segera akan aku tanyakan pada ayah.
Aku bangkit, lalu melihat sekeliling.
Arah pandangku terhenti pada benda yang berada di dekat mesin penetas telur ayam.
Apa lagi itu?
Aku hampiri benda itu.
Setelah ku dekati, waah...
Sebuah peti besar.
Bolehkah aku buka?
Ahh tak apa. Ayah kan tidak berpesan padaku untuk tidak menyentuh barang miliknya.
uhukk... Uhukk...
Aku terbatuk-batuk karena debu tebal yang menutupi peti tersebut.
Di dalamnya terdapat 3 helai gaun yang jika diamati gaun tersebut bergaya tahun 80'an.
Di dasar, ku temukan bingkai foto. Terpampang wajah cantik di bingkai tersebut. Ini siapa?
Cantiknya.
Ku bersihkan debu yang menempel pada kaca bingkai.
Aku terkesima melihat foto itu sebelum aku mendapatkan ada sepucuk surat di dalam peti.
Aku buka, lalu aku baca.
14 juni 1994
Dear jane,
belahan jiwaku.
Aku berhenti membaca. Ini untukku?
Apa benar?
Maafkan aku. Aku tidak bisa menemani mu saat kau butuh teman,
tidak bisa menjagamu saat kau lemah,
Tidak bisa merawatmu saat kau sakit,
tidak bisa memelukmu jika kau ketakutan.
Semua orang meminta ku untuk tidak melahirkanmu.
Aku mengidap penyakit di rahimku, namun aku tetap bersikeras ingin melahirkanmu.
Aku menyayangimu jane.
Karena itu aku melahirkanmu.
Teruskan hidupku, sayang.
Jangan menjadi perempuan lemah seperti aku.
Tolong maafkan aku...
Aku bukan ibu yang baik untukmu.
Semoga, kamu tumbuh menjadi gadis cantik, cerdas dan baik hati.
Jaga hidupmu. Jangan sia-sia kan.
Karena aku mengorbankan itu agar kau dapat melihat indahnya dunia.
Sayang, aku tulis surat ini karena aku tau umurku tidak akan lama lagi.
Salam sayang dari ibu yang tidak bisa menjagamu,
rebecca.
aku tercengang, ini?
Ini surat untuk ku dari ibu.
Surat ini dibuat 3 hari setelah aku lahir.
Jadi foto itu?
Itu wajah ibu?
Sampai saat ini aku belum pernah melihat wajahmu ibu.
Ayah selalu menutupi dan pura-pura tidak tau jika ku tanyakan.
Ibu...
Seharusnya ibu tidak perlu seperti itu.
Apa ibu tau betapa tersiksanya aku tanpamu?
Apa ibu tau itu?
Apa ibu tau betapa sakitnya saat teman-teman menceritakan ibu yang mereka punya?
Apa ibu tau semua itu?
Ibu...
Huhu...
Tangisku semakin menjadi.
Aku merindukanmu ibu.
Rindu sampai rasanya ingin mati.
Iya ibu, aku akan melanjutkan hidupmu.
Aku dilahirkan untuk hidup.
Aku janji ibu.
Tenanglah di sana.
Aku akan selalu mendoakanmu.