Malam ini aku sudah mempunyai rencana untuk tidur larut malam. Dan itu pasti akan aku laksanakan. Namun baru saja jam sembilan malam, ibuku sudah mengomel.
“Nanti bangunnya telat Desta. Cepat tidur. Nanti ayah marah. Kau tau kan marah ayah mu itu seperti apa?” ibu memulai ocehannya.
“Iya bu, sebentar lagi. Toh masih jam sembilan, ayah juga tidak akan tau. Ayah sudah tidur bu. Sebentar lagi. Ibu cantik deh, bolehkan bu?” aku memasang wajah memohon dan sedikit memberi bumbu buaian agar diizinkan. Dan itu berhasil.
“Yasudah, ibu tidur duluan. Jangan malam-malam. Bayar listrik mahal.” Aku hanya tertawa mendengarnya. Ah ibuku suka gurauan rupanya.
Waktu sudah menunjukan pukul 23:45, pantas saja mataku jadi berat. Hampir tengah malam. Eh salah, hampir bertemu pagi. Aku beranjak dari kursi dan berjalan gontai ke kamar. Pastinya setelah mematikan televisi terlebih dahulu. Rasa kantuk sudah menyergapku, dan tidak susah untukku menuju alam mimpi.
***
Paginya, mataku sulit untuk dibuka. Aku masih ngantuk. Tetapi aku malu pada ibu. Kulihat jam yang menggantung di dinding. Ah pantas, masih jam 04:30. Aku bangun untuk menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Lalu setelah itu aku tidur lagi. Aku rasa aku tidak lama menutup mataku kembali.
Tetapi, jam sudah menunjukkan pukul 06:25. Aku tergesa-gesa menuju kamar mandi.
Lalu berpakaian dan menuju dapur mencari ibu.
“Bu, ibu... aku berangkat yah. Kesiangan nih.” Teriakku.
“Kau ini, masih jauh sudah teriak-teriak. Ini uang sakumu. Ini untuk ongkos naik bus.”
Kata ibu sambil mengambil beberapa helai uang dari dompetnya.
“Ah untuk ongkos tidak bu, aku mau naik motor saja. Bolehkan bu?
Untuk hari ini saja. Aku telat bu, yah yah yah...” rengekku
“Yasudah ibu izinkan. Jangan lupa pakai helm.”
“Tidak mau ah bu, pengap. Toh biasanya tidak ada polisi.”
Aku menolak. Bukannya membantah, tetapi memang tidak nyaman.
Sekolahku juga tidak jauh-jauh amat.
“Terserahlah, sana pergi. Hati-hati.” Akhirnya ibu menyerah. Maaf ya bu.
“Aku berangkat . assalamualaikum.” Aku mencium tangan ibu dan segera berlari ke garasi. “waalaikumsalam.” Ku dengar sayup-sayup ibu menjawab salamku.
***
Di jalan, aku pacu motorku denan kencang.
Mau bagaimana lagi, tinggal lima belas menit lagi gerbang akan ditutup.
Tidak kuhiraukan teriakan ibu-ibu yang akan mengantar anaknya ke sekolah.
Dipertigaan aku melihat polisi. Aku kaget, dan berhenti memacu motorku untuk berpikir.
“Bagaima ini? Aku tidak memakai helm. Biasannya juga tidak ada polisi. Tapi sekarang malah... ah sial!”
aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.
Terlintas ide untuk memacu motorku melewati polisi saat polisi sedang lengah.
Aku bersiap. Dan saat polisi lengah aku pacu motorku denagn gila-gilaan.
Setelah agak jauh, aku menengok kebelakang. Bersyukur polisi tidak mengejarku.
Kulihat gerbang sekolah masih terbuka. Alhamdulillah ya Allah.
“Hai pak.” Sapaku pada penjaga.
“Sudah cepat masuk! Untung masih ada waktu lima menit lagi. Kamu beruntung nak.”
Aku tidak tahu itu pujian atau apa. Aku hanya nyengir kuda dan segera menyimpan motorku.
Dengan setengah berlari aku menuju ke kelas.
Ku lihat belum ada guru yang mengajar karena teman-temanku sedang teriak dan tertawa.
Untungnya tidak ada PR kalau ada tidak tahu harus bagaimana.
“Desta? Loh kok telat?”
“Iya, gak kayak biasanya.” Teman-temanku perempuan ribut
seperti ayam yang takut tidak kebagian saat diberi makan.
Jujur saja, itu sedikit membuatku risih.
“Heran kali yah ngeliat orang keren terlambat masuk?”
lontaran kalimat dari mulutku membuat mereka tambah ribut.
Haah, aku tidak ingin menanggapinya lagi dan langsung menuju tempat dudukku.
Ternyata mereka masih ribut. Perempuan itu aneh.
Terserah pada apa yang mereka katakan. Aku sudah berjuang untuk tidak terlambat.
Andai aku patuh pada ibu, pasti tidak akan begini.
Tapi aku bersyukur, karena aku tidak telat, tidak ditilang dan yang palig penting
aku tidak mengalami kecelakaan ketika ngebut tadi.
Aku berniat saat tiba dirumah nanti aku akan meminta maaf pada ibuku.
Maafkan aku ibu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar