Malam ini, tetap saja seperti malam-malam yang lain. Berdiri mematung sambil menengadahkan kepala ke langit. Melihat bulan yang hanya tinggal setengah. Tetapi, itulah yang aku suka. Seperti menyunggingkan senyum. Untukku. Hanya untukku.
Bulan terkadang membulat sempurna, bagai kuning telur. Tetapi bulan juga suka menghilang entah kemana.
Itu akan membuatku resah, dan membuat tidurku tidak lelap.
Bulan terkadang membulat sempurna, bagai kuning telur. Tetapi bulan juga suka menghilang entah kemana.
Itu akan membuatku resah, dan membuat tidurku tidak lelap.
Tiba-tiba handphone ku berbunyi. "haah mengganggu saja." gumamku.
"Haah ngapain arul menelfonku?" tanyaku pada diri sendiri.
Trek.
"hallo, assalamualaikum." kataku.
"waalaikumsalam, li."
"ada apa rul?"
"oh tidak, eh ada."
"lalu? Ayolah."
"jangan marah, besok ada waktu? Aku akan mengajakmu ke bukit yang ada di ujung desa."
"ah mau apa? pasti memandang bulankan?"
"yeah, ayo kita memandang bulan bersama. Kamu maukan ? Aku hanya ingin berdua denganmu."
"huuh, apaan tuh? Menggombal?"
"terserah apa katamu. Maukan ?"
"baiklah."
"terima kasih, ingat! jam 7 malam besok. Dadah."
"yap, dadah."
trek. Perbincangan yang aneh telah selesai. Oh iya, Arul adalah kekasihku. Memang kita tidak terlihat seperti sepasang kekasih. Kita lebih sering bertengkar. Namun, itu yang membuatku nyaman di sisinya. Dia tidak serius marah, hanya bercanda. Apalagi senyumnya. Bagai bulan sabit.
Itulah alasan mengapa aku menyukai bulan.
"Haah ngapain arul menelfonku?" tanyaku pada diri sendiri.
Trek.
"hallo, assalamualaikum." kataku.
"waalaikumsalam, li."
"ada apa rul?"
"oh tidak, eh ada."
"lalu? Ayolah."
"jangan marah, besok ada waktu? Aku akan mengajakmu ke bukit yang ada di ujung desa."
"ah mau apa? pasti memandang bulankan?"
"yeah, ayo kita memandang bulan bersama. Kamu mau
"huuh, apaan tuh? Menggombal?"
"terserah apa katamu. Mau
"baiklah."
"terima kasih, ingat! jam 7 malam besok. Dadah."
"yap, dadah."
trek. Perbincangan yang aneh telah selesai. Oh iya, Arul adalah kekasihku. Memang kita tidak terlihat seperti sepasang kekasih. Kita lebih sering bertengkar. Namun, itu yang membuatku nyaman di sisinya. Dia tidak serius marah, hanya bercanda. Apalagi senyumnya. Bagai bulan sabit.
Itulah alasan mengapa aku menyukai bulan.
***
esoknya, jam 7 tepat. Arul sudah berada di rumahku. Dia terlihat keren, walau sudah malam. Atau karena cinta dia terlihat seperti itu? Ah entahlah.
"hai?" sapanya, sambil menyunggingkan senyum nakalnya.
Ah melihat dia tersenyum seperti itu membuat jantungku berdetak 3 kali lipat dari biasanya.
"hai juga. Ayo kita temui ibuku katanya dia rindu padamu." aku menarik tangannya dan mengajaknya masuk.
"hai juga. Ayo kita temui ibuku katanya dia rindu padamu." aku menarik tangannya dan mengajaknya masuk.
"bu, kami pergi yah?"
"iya, jangan malam-malam. Eh, Arul. Sudah makan?"
"sudah bu. Bu, aku pinjam lily sebentar."
"ahaha, Arul Arul memangnya lily barang?"
"hahaha bukan sih bu."
"yasudah, cepat pergi sana . Jangan malam-malam yah rul."
"siap bu."Arul menyalami tangan ibuku, dan setelah itu menyeretku keluar
***
ujarnya bersemangat. Dia menggandeng tanganku. Tangannya besar dan hangat.
Bukit yang berada di ujung desa memang agak jauh dari rumahku. Tetapi perjalan yang aku tempuh tidak terasa berat. Karena aku berjalan berdua dengannya. Seseorang yang aku sayangi sedang berdiri di sampingku. Tepat di sampingku. Aku meliriknya. Memang tingginya hanya beda beberapa senti dari tinggiku. Tetapi, tetap terlihat keren dimataku.
Eh, bukan hanya dimataku, tetapi di mata wanita-wanita yang selalu mengirim sms padanya. Itu yang membuatku heran, mengapa dia malah memilih bersamaku. Sudah lama aku memendam rasa heran tersebut. Lalu sekarang aku memberanikan diri untuk bertanya padanya.
"rul. Bolehkah aku bertanya?"
"apa? Jangan yang aneh-aneh. Kau
"eu, aku tidak tau pasti ini aneh atau tidak, tapi...
Kenapa kau memilihku?""maksudmu?"
"ya, kenapa kau memilih aku untuk jadi teman hatimu? Padahal masih banyak perempuan lain yang menyukaimu."
arul menghentikan langkahnya. Dan menatapku. Aku sedikit kikuk. "di dekatmu aku bisa gila-gilaan. Tak perlu takut tidak terlihat keren. Karena kau juga begitu. Sedikit gila dan meledak-ledak. Kau itu perempuan kuat, galak, tapi cengeng. Itu yang membuatku ingin menjagamu. Dan yang paling penting aku mencintaimu."
aku terdiam beberapa saat, dan tersenyum dalam hati.
"hah? Apa maksudmu aku galak?" ujarku berapi-api. Aku pukul tanganya. Tetapi dia berkelit.
"tuh
"tidak! Aku ini perempuan manis."" apanya yang manis? Hah? Kau tidak sadar rupanya?"
"apa? Apa kau bilang?"
aku memukul tangannya lagi. Dan sekarang dia terlambat berkelit.
"sudah, jangan marah-marah. Aku sedang ingin menikmati kebersamaan kita. Ku mohon, jangan rusak acara ini."
wajahnya terlihat malu-malu. Dan itu membuatku ingin tertawa. Tapi ku tahan. Katanya kan aku jangan merusak acaranya.
Yah apa boleh buat. Aku mengalah.
***
aku menggetarkan tubuhku saat angin malam berhembus.
"kau kedinginan?" tanya arul.
"tidak. Aku hanya beradaptasi saja."
"haah, kau ini perempuan aneh."
aku cemberut. Berpura-pura tidak senang dengan apa yang dia katakan.
"lalu kenapa kau menyukai perempuan aneh sepertiku?"
arul melihatku sebentar tapi tidak ada tanda-tanda darinya jika dia akan menjawab pertanyaanku. Dia malah menyeretku sampai baju hangatku sedikit berubah posisi.
"apa yang kau lakukan? Kau berniat merusak baju hangatku?"
"tidak. Kau bohongkan? Yang ku lihat sebenarnya kau kedinginan meski sudah memakai baju hangat.
"haah, kau ini perempuan aneh."
aku cemberut. Berpura-pura tidak senang dengan apa yang dia katakan.
"lalu kenapa kau menyukai perempuan aneh sepertiku?"
arul melihatku sebentar tapi tidak ada tanda-tanda darinya jika dia akan menjawab pertanyaanku. Dia malah menyeretku sampai baju hangatku sedikit berubah posisi.
"apa yang kau lakukan? Kau berniat merusak baju hangatku?"
"tidak. Kau bohongkan? Yang ku lihat sebenarnya kau kedinginan meski sudah memakai baju hangat.
Jadi aku berniat untuk membuatmu hangat."
katanya sambil mendekapku.
ahh apa arul tau? Kata-kata yang diucapkannya tadi sudah membuat tubuhku menghangat.
***
"ly, lihat." ujarnya tiba-tiba.
"apa? Apa? Kau ingin aku melihat apa?"
"lihat bulannya."
"oh, haah kau ini. Iya aku melihatnya. Kau berniat mengambilkannya untukku?"
"haah? Kau berpikir seperti itu? Hahaha. Kau pikir aku seorang pembual. tidak. Tidak akan. Jangan berharap."
dia menggelengkan kepalanya.
"akukan hanya setengah bercanda. Aku juga tau, kau bukan tipe orang yang akan berkata seperti itu kepada kekasihnya. Kau kan bebal." aku berdalih.
"tidak tidak. Sudah jangan diteruskan. Itu hanya akan membuatmu terlihat bodoh."
"apa aku terlihat seperti itu? Terserah apa katamu. Kau seenaknya saja berkata begitu. Sekarang aku tidak akan berbicara padamu."
aku menjauh dari tempat arul berdiri.
Aku meliriknya. Tidak ada respon.
Bebal!
Benar-benar bebal!
Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada.
Haah bodoh katanya?
Apa aku tidak salah dengar.
katanya sambil mendekapku.
ahh apa arul tau? Kata-kata yang diucapkannya tadi sudah membuat tubuhku menghangat.
***
"ly, lihat." ujarnya tiba-tiba.
"apa? Apa? Kau ingin aku melihat apa?"
"lihat bulannya."
"oh, haah kau ini. Iya aku melihatnya. Kau berniat mengambilkannya untukku?"
"haah? Kau berpikir seperti itu? Hahaha. Kau pikir aku seorang pembual. tidak. Tidak akan. Jangan berharap."
dia menggelengkan kepalanya.
"aku
"tidak tidak. Sudah jangan diteruskan. Itu hanya akan membuatmu terlihat bodoh."
"apa aku terlihat seperti itu? Terserah apa katamu. Kau seenaknya saja berkata begitu. Sekarang aku tidak akan berbicara padamu."
aku menjauh dari tempat arul berdiri.
Aku meliriknya. Tidak ada respon.
Bebal!
Benar-benar bebal!
Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada.
Haah bodoh katanya?
Apa aku tidak salah dengar.
***
Dua menit...
dia tetap saja tidak menoleh ke arahku.
Aku gerak-gerakkan kakiku karena menahan sebal.
'Ah, kenapa kau tidak mendekat?' geramku dalam hati.
Akhirnya aku putus asa.
Aku berjalan mendekatinya. Melingkarkan tanganku kepinggangnya.
"kenapa kau selalu acuh sayang?"
aku bergumam sambil membenamkan mukaku kepunggungnya.
Dia tidak bereaksi.
Apa dia mati?
Ah tidak, aku mendengar jantungnya masih berdetak.
Tiba-tiba dia memegang tanganku dan melepaskan pelukanku. Setelah itu dia berpaling ke arahku yang ada di belakangnya.
"kau perempuan aneh. Sungguh aneh.Tadi kau marah, sekarang malah memelukku."
ekspresi wajahnya datar.
"kau yang aneh. Aku hanya ingin mendapat perhatian darimu. Kenapa kau selalu begitu?
Acuh terhadapku."
kataku sambil mencengkram kedua tangannya kuat-kuat.
"aku memang begini. Tidak bisa menunjukkan dengan sikap jika aku menyukaimu. Tapi, kamu harus percaya satu hal. Aku tidak pernah main-main dengan perasaan yang aku berikan kepadamu saat ini."
aku terperangah. Tidak pernah aku berfikir kalau dia bisa berkata seperti itu. Ku kendorkan cengkramanku.
"iya, aku percaya padamu."
hening...
"sudah malam. Ayo pulang. Aku tidak mau membuat ibumu khawatir."
arul menarik tanganku.
***
di perjalanan,
"kata-kata yang aku ucapkan tadi bagus
"iya, kau sedikit romantis. Tapi hanya sedikit."
"kau tau?"
"apa?"
"kau tau, tadi waktu kau cemberut, kenapa aku tidak mendekatimu? Itu karena aku berfikir keras menyusun kata-kata seperti itu. Kau tau
"keren? Hahaha kau itu."
ku pukul pundaknya.
Dia terlihat malu. Tapi biarkan saja.
Aku menengadahkan kepalaku ke langit.
Menatap bulan di
Dia memang bulanku.
Aku senang bersamanya.
Aku berdoa di dalam hati.
Semoga Allah menjaga dia agar bisa tetap bersamaku.
Semoga Allah memberi kesehatan padanya agar dia bisa menjagaku.
Dan semoga Allah memberikan kebahagiaan kepadanya.
Amin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar